Tuesday, April 24, 2012

VALENTINE’S DAY; Pendangkalan Makna Cinta Dalam Sejarah Yang Samar


Gadis itu tersenyum merekah dengan wajah yang merona, saat ia menerima kiriman bingkisan hati yang dibalut dengan ikatan pita pink. Bingkisan yang telah ia nanti-nantikan selama setahun dari sang kekasih tercinta. Gadis itu terus saja memandangi bingkisan hati itu dengan bahagia seolah ia sedang berhadapan dengan wajah laki-laki idamannya itu. Dengan jantung yang berdebar-debar bahagia, perlahan kedua tangannya membuka bingkisan hati kekasihnya. Begitu bingkisan hati itu berhasil ia buka “..oh, so sweet..!”, bisiknya. Di dalam bingkisan hati itu ada bongkahan kue coklat yang juga berbentuk hati dilelatakkan disebelah bunya mawar merah hati nan wangi yang lagi mekar. Secarik kartu ucapan minimalis berwarna pink juga diletakkan disitu bertuliskan “..Be My Valentine..!”. Gadis itu seolah tak kuasa membendung perasaan bahagia, sekejab ia larut di dalamnya.


Yach..begitulah kira-kira perasaan jutaan gadis di dunia ini saat tanggal 14 Februari. Jutaan gadis di dunia ini terhujam oleh anak panah Si bayi Cupid bersayap tepat di dada mereka. Sang Cupid dengan sekejab terbang melesat mengitari bola dunia hanya dalam hitungan detik.


Tak hanya kaum hawa, pera lelakipun terhujam oleh anak panah itu. Jutaan anak manusia sedang larut dalam mabuk kepayang dan mereka mengekspresikannya dengan berbagai cara mengatasnakan kasih sayang dan cinta yang suci. Pesta pora atas nama cinta, ciuman atas nama cinta, pergumulan atas nama cinta, cokalat cinta, mawar cinta dan pesan-pesan cinta. Semua menggunakan stempel cinta. Bola dunia tiba-tiba saja berubah bentuk dari bulat menjadi bentuk hati. Itulah tanggal 14 Februari yang oleh mereka menyebutnya Valentine’s Day.

Tapi tahukah anda dari mana perayaan Valentine’S Day muncul?. Tidak sedikit orang yang merayakannya justru cenderung latah, sekedar ikut-ikutan dan meramaikan biar tidak disebut KUPER dan wong ndeso. Larut dalam budaya populis yang semakin miskin makna dan dangkal. Tak punya identitas dan karakter, mengekspresikan gejolak emosi dengan kebablasan dan semakin kehilangan nilai. Kendati mereka berusaha membungkusnya dengan terma yang abadi. Yach..cinta dan kasih sayang menjadi jualan dan bulan-bulanan pada perayaan itu.

Ada banyak versi mengenai asal-muasal perayaan Valentine’s Day. Yang paling populer adalah di ambil dari kisah kematian santo Valentinus tanggal 14 Februari 269 M yang diyakini pernah hidup di masa Kaisar Cladius II di Roma. Namun kisah Valentino itupun beberapa versi. Menurut Ensiklopedi Katolik (Catholic Encyclopaedia 1908), nama Valentinus paling tidak bisa merujuk tiga martir atau santo (orang suci) kristen Katolik yang berbeda yaitu seorang pastur di Roma, seorang uskup Interamna (modern Terni) dan seorang martir di provinsi Romawi Africa. Hubungan antara ketiga martir ini dengan hari raya cinta romantispun tidak jelas. Bahkan Paus Gelasius I, pada tahun 496, menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui mengenai martir-martir ini namun hari 14 Februari ditetapkan sebagai hari raya peringatan santo Valentinus. Ada yang mengatakan bahwa Paus Gelasius I sengaja menetapkan hal ini untuk mengungguli hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari. Hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 sebagai bagian dari sebuah usaha gereja untuk menghapus santo-santo yang asal-muasalnya hanya berbasis legenda saja. Namun pesta ini masih dirayakan pada paroki-paroki tertentu.

Dari versi diatas perayaan Valentine’s Day sebenarnya ingin menegaskan suatu doktrin kristen yang dibawa oleh Santo Valentinus (kalaupun tokoh itu ada) bahwa tempat tidur pelaminan memiliki tempat yang utama dalam versi Cinta Kasih Kristianinya. Penekanannya ini jauh berbeda dengan konsep dalam agama Kristen yang umum. Menurut pakar Stephan A. Hoeller tentang ajaran Valentinus bahwa Selain sakramen permandian, penguatan, ekaristi, imamat dan perminyakan, aliran gnosis Valentinius menekankan dua sakramen agung dan misterius yang dipanggil “penebusan dosa” (apolytrosis) dan tempat pelaminan”

Ada versi lain dari Valentine’s Day yang juga cukup meyakinkan yaitu berasal dari tradisi paganisme (dewa-dewi) Romawi Kuno, sesuatu yang dipenuhi dengan legenda, mitos, dan penyembahan berhala. Dalam tradisi paganisme bulan Februari diyakini masuk dalam periode kesuburan dan cinta bisa disebut bulan Gamelion sebagai persembahan kepada pernikahan Dewa Zeus dan Hera.

Dalam tradisi pagan itu, tanggal 15 Februari merupakan perayaan Lupercalia, hari raya untuk menghormati Dewa Lupercus sebagai dewa kesuburan. Dewa Lupercus merupakan dewa yang berbadan kambing dan berwajah manusia makany pada perayaan ini yang menjadi persembahan berupa kambing. Pada perayaan itu dilakukan pesta minum anggur dan melakukan arak-arakan dijalan kota sambil membawa potongan kulit domba. Banyak perempuan muda berebut disentuh kulit domba itu karena mereka meyakini bahwa yang disentuhnya akan mendatangkan kesuburan bagi mereka.

Pada rangkaian perayaan itu yakni tanggal 13 dan 14 Februari dilakukan persembahan kepada dewi cinta (The Queen of Feverish Love) bernama Juno Februata. Para pemuda berkumpul dan melakukan pengundian mirip arisan ibu-ibu PKK. Setiap pemuda lalu memilih nama gadis secara acak. Gadis yang namanya keluar harus menjadi kekasih pemuda yang memilihnya selama setahun untuk bersenang-senang.

Artinya perayaan Valentine’s Day yang sangat populer saat ini merupakan hasil perselingkuhan dua tradisi yang beraras pada hal yang debatable. Tradisi yang bercampur berbagai mitos dan legenda yang kemudian dikontruksi membentuk satu realitas budaya populis di masyarakat. Valentine’s Day kemudian menjadi seolah-olah sangat sakral karena berhasil menelusuk masuk pada ruang-ruang psikologis masyarakat dan menyentuh hal yang asasi dalam diri individu. Cinta dan perasaan kasih sayang ditambah sentuhan doktrin agama menjadi jurus yang jitu untuk menjaga konstruksi budaya itu secara terus menerus.

Lantas mengapa Valentine’s Day bisa bertahan hingga sekarang..?. Saya menduga, ada jurkam atau penjaga tradisi di belakangnya yang memperoleh banyak keuntungan dari perayaan Valentine’s Day. Betapa tidak, The Greeting Card Association memperkirakan bahwa di seluruh dunia, sekitar satu milyar kartu Valentine dikirimkan per tahun. Belum lagi kue coklat dan pernak pernik lainnya. Kartu Valentine pertama kali diproduksi secara massal setelah tahun 1847 oleh Esther A. Howland (1828 – 1904) dari Worcester, Massachusetts. Setelah itu Valentine’s Day menjadi perayaan terbesar kedua setelah natal dan tahun baru (Merry Christmast and The Happy New Year).

Bagi saya, perayaan Valentine’s Day hanyalah mengkebiri makna cinta dan kasih sayang yang sebenarnya. Apalagi perayaan itu dikonstruksi atas dasar mitos dan legenda. Valentine’s Day hanyalah upaya untuk memenjarakan cinta dan kasih sayang pada simbol-simbol dan perayaan tertentu. Harusnya Cinta dan kasih sayang menjadi semesta dimana manusia hidup. Biarkanlah cinta dan kasih sayang mewujud sesuai dengan esensi yang sebenarnya, menerobos jauh dalam setiap lorong-lorong ruang dan waktu kehidupan manusia. Apalagi ditengah bangsa ini yang penghuninya selalu saja mudah tersinggung dan marah walaupun hanya persolan sepele.

Jadi, buat para perempuan yang ingin memberikan saya coklat, mawar merah dan kartu ucapan Be My Valentine, bukannya saya menolak tapi lebih tepat biarkan saya memberikan anda cinta dan kasih sayang sebagaiman cinta dan kasih sayang itu sepanjang waktu. Demikian pula anda kepada saya, dan setiap orang di dunia ini harus melakukannya kepada siapa saja....

No comments:

Post a Comment